Pengaruh buruk penggundulan hutan, terutama di musim penghujan yang saat ini terjadi menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Pada tanah yang permukaannya telah gundul (tanpa tanaman-tanaman pelindung), yang diakibatkan oleh penebangan liar yang terus menerus akan menyebabkan lapisan-lapisan tanah permukaan lebih cepat mengalami kehilangan atau erosi. Dengan kata lain, pada daerah yang gundul kemungkinan terjadinya erosi akan lebih tinggi. Pada dasarnya, hutan melindungi tanah secara baik. Hutan biasanya menjaga laju evapotranspirasi tetap tinggi. Demikian pula halnya dengan intersepsinya terhadap air hujan dan kapasitas infiltrasi tanah di bawah hutan biasanya tetap tinggi. Dengan demikian, jumlah air limpasan yang dihasilkan oleh hutan rendah. Sehingga laju erosi tanah di hutan mendekati nol. Permasalahan erosi timbul manakala keseimbangan hutan terganggu, baik melalui pembalakan liar maupun kebakaran hutan yang dapat menyebabkan terbakarnya pepohonan, semak maupun rumput yang ada. Akibatnya erosi tak dapat terelakkan lagi.
Erosi mempunyai dampak yang sangat luas. Kerusakan dan kerugian tidak saja dialami di daerah dimana erosi terjadi (daerah hulu), akan tetapi juga oleh daerah yang dilewati aliran endapan (daerah tengah), dan daerah hilir. Secara spesifik, kerugian akibat erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya kualitas lahan pertanian yang menyebabkan berkurangnya produktivitas lahan-lahan tersebut yang berarti juga akan terjadi peningkatan biaya yang dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah. Dampak buruk yang disebabkan erosi lebih lanjut adalah antara lain pendangkalan saluran yang diakibatkan sedimentasi dan berujung banjir, serta menurunnya kekuatan tanah sehingga menyebabkan kelongsoran yang berujung kepada banyaknya korban jiwa.
Erosi sebenarnya dapat diduga bila kita mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan erosi itu sendiri. Faktor-faktor itu adalah interaksi kerja antara faktor iklim R (semakin tinggi curah hujan, erosi semakin besar, dan sebaliknya), faktor tanah K (kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah tidaknya tanah itu tererosi), faktor topografi LS, faktor penutup lahan C (vegetasi mempunyai pengaruh yang penting dalam mengurangi erosi), dan faktor kegiatan/perlakuan manusia P (tindakan perbaikan lahan). Dengan mengendalikan faktor-faktor penyebab di atas, maka besarnya laju erosi (A) yang timbul sebenarnya bisa kita analisa dengan menggunakan metode yang diusulkan oleh Wischmeier & Smith (1978), yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah), dengan rumus:
A = R . K . LS . C . P
Sebagai contoh, areal lahan hutan gundul (*faktor C = 1) dengan kondisi permukaan berupa galian kasar dan tidak beraturan (*faktor P = 0,9) seluas 100 ha dengan kemiringan 10% (*faktor LS = 7,85), karakteristik tanah pasir berlempung (*faktor K = 0,51), dengan curah hujan harian yang cukup tinggi 56,4 mm (*faktor R = 50,564), maka besar laju erosi yang terjadi adalah merupakan hasil perkalian kelima faktor di atas, yaitu 182,19 ton/ha/hari.
Dari hasil di atas, dapat dibayangkan betapa banyaknya tanah yang tererosi per hari yang diakibatkan oleh karena pembalakan liar. Seandainya hujan terus melanda areal hutan setiap hari, apabila di daerah pinggir hutan yang berdekatan dengan sungai, maka dapat dipastikan terjadinya pengendapan pada sungai dapat menyebabkan pendangkalan yang berujung kepada banjir. Begitu pun apabila pada areal hutan, curah hujan yang terjadi setiap harinya cukup lama dan cukup deras resistensinya dengan kemiringan lahan semakin curam, maka kekuatan tanah sudah pasti akan menurun sehingga kelongsoran pun tak terelakkan lagi. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat yang tinggal di daerah bantaran hutan tersebut. Kerugian material bahkan korban jiwa bisa saja terjadi. Bisa dibayangkan betapa besarnya bahaya yang mengancam jiwa manusia setiap waktu.
Dari hasil di atas, dapat dibayangkan betapa banyaknya tanah yang tererosi per hari yang diakibatkan oleh karena pembalakan liar. Seandainya hujan terus melanda areal hutan setiap hari, apabila di daerah pinggir hutan yang berdekatan dengan sungai, maka dapat dipastikan terjadinya pengendapan pada sungai dapat menyebabkan pendangkalan yang berujung kepada banjir. Begitu pun apabila pada areal hutan, curah hujan yang terjadi setiap harinya cukup lama dan cukup deras resistensinya dengan kemiringan lahan semakin curam, maka kekuatan tanah sudah pasti akan menurun sehingga kelongsoran pun tak terelakkan lagi. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat yang tinggal di daerah bantaran hutan tersebut. Kerugian material bahkan korban jiwa bisa saja terjadi. Bisa dibayangkan betapa besarnya bahaya yang mengancam jiwa manusia setiap waktu.
Karena itulah maka usaha penghutanan kembali (reboisasi) tanah-tanah gundul harus segera dilaksanakan sebelum terjadi kerugian yang lebih besar lagi. Penghutanan kembali itu memerlukan kerjasama yang solid antara pemerintah dengan masyarakat dimana pemerintah menyediakan segala pembiayaan dan sarana-sarananya, sedang masyarakat menunjukkan partisipasinya dengan kegiatan-kegiatan yang nyata, yaitu memelihara, menjaga, dan mengawasi sesuai dengan arah perjuangan pembangunan jangka panjang. Oleh karena itu, marilah kita melestarikan hutan kita agar tidak terjadi hal-hal yang tentu saja tidak diinginkan dampaknya oleh semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar